Saturday, March 23, 2013

perpeftif ortu

Anak adalah buah kasih ayah dan bundanya. Anak juga adalah titipan dari Yang Maha Kuasa. Kepadanya masa depan kita titipkan. Selalu memberi yang terbaik adalah selalu menjadi motto kita, agar dia juga dapat menjadi yang terbaik.
 
Namun terkadang sesuatu berjalan tidak seperti yang kita harapkan. Tatkala ibu mengandung si buyung atau si upik, kemudian mengalami gangguan yang tak dimengerti dari mana datangnya, yang kemudian barakibat tumbuh kembang si anak terganggu. Ataupun tatkala kesehatan ibu hamil prima pun, hal tersebut bisa saja tetap terjadi.
Mempunyai anak dengan kondisi yang tidak biasa (misalnya cacat atau gangguan lainnya) dapat dipandang dari berbagai sudut :

- sebagai suatu musibah yang memalukan keluarga
- menyesali keadaan/nasib/menyalahkan Tuhan
- beranggapan pesimis mempunyai anak yang lemah
- berkeyakinan diri dan berpandangan optimis si anak sama dengan anak normal lainnya

Cara pandang 1 dan 2 tidak akan menyelesaikan masalah, dan orang tua akan menjadi pasif dan tidak membantu permasalahan anak.
Cara pandang 3 memang membantu anak namun dengan sikap yang terlalu protektif sehingga anak menjadi tergantung pada orang tua.
Cara pandang 4 mempunyai sisi positif karena berbekal mental yang kuat dari orang tua maka anak juga lebih pede. Namun mempunyai kelemahan juga karena sebenarnya anak tersebut tidak sama dengan anak lainnya, sehingga jika anak tidak dibantu anak tidak akan berkembang.

Jadi harus mempunyai sikap yang bagaimanakah?
Saya ingin berbagi pengalaman tentang bagaimana saya dan keluarga menjalani masa tumbuh kembang buah hati kami, terutama bagaimana menjalani dan akhirnya berhasil melewati masa kritisnya, yaitu dari tidak mendengar menjadi mendengar, dari tidak berbicara menjadi berbicara.

Ellen adalah putri sulung kami. Selama masa kehamilan saya, tidak ada masalah serius dan hasil tes TORCH dinyatakan bersih, hanya timbul asma pada bulan ke-4 dan sempat dirawat inap selama 3 hari. Namun semua obat dinyatakan aman untuk janin dan efek asma itu sendiri tidak dinyatakan dapat berakibat serius pada janin. 

Dan dia lahir sehat melalui operasi caesar yang berjalan lancar. Kemudian dia bertumbuh kembang sebagai balita yang lucu dan menggemaskan. Kami baru merasa ada sesuatu yang tidak beres sewaktu usianya menginjak satu tahun, waktu itu dia belum juga berbicara. Padahal sudah mengoceh dari usia 6 bulan, walau memang sangat sedikit variasi ocehan bayinya. 1)

Ketuliannya baru kami ketahui saat dia berumur 2 tahun lebih. Kami sadar memang kami kurang cermat dalam memantau tumbuh kembangnya terutama dalam hal mendengar dan wicaranya selama 2 tahun pertama tersebut. Namun yang kami alami selanjutnya adalah kurangnya informasi dan sarana yang memadai untuk menindaklanjuti setelah ditemukannya masalah tersebut. Mulai dari kurang dapat diandalkannya hasil tes BERA2) di beberapa rumah sakit yang kami datangi (hasil yang berbeda-beda), juga sedikitnya informasi mengenai tempat dan cara terapi yang benar. Sehingga kami harus kesana-kemari mencoba-coba, juga sempat mengalami tertipu.3)

Akhirnya kami berada di jalur yang benar saat dia berusia + 4,5 tahun, yang sebenarnya sudah agak terlambat untuk ditangani. Karena usia emas tumbuh kembang balita adalah sampai dengan 5 tahun. Namun masih ada sedikit waktu sehingga harus dikejar dan digunakan semaksimal mungkin. Hasil tes pendengaran yang benar akhirnya kami peroleh dari sebuah rumah sakit pemerintah di Singapura. Kemudian Ellen memakai alat bantu dengar yang baru yang sudah berteknologi, sehingga mampu untuk mendengar suara dengan jernih. Saya pun meninggalkan pekerjaan yang selama ini cukup berarti bagi keluarga demi membantunya mengejar apa yang tidak dimilikinya selama ini, yaitu bahasa verbal untuk berkomunikasi.
Lalu saya mengajarinya kata demi kata dalam program belajar yang saya susun sendiri, melalui gambar dan permainan yang menarik bahkan kadang-kadang harus heboh, karena dia sudah besar dan mempunyai energi yang berlebih.4) 

Kemudian setelah genap satu tahun masa kami belajar bersama, muncullah kata-kata pertamanya. Yang bagi saya ini adalah pengalaman yang sangat luar biasa. Melahirkan sukacita dan syukur, tentunya. Dan terus kata demi kata mengalir dari perbendaharaan katanya yang telah dimilikinya selama satu tahun tersebut. Mulai dari anggota keluarga, nama-nama binatang, kata kerja sehari-hari, warna, angka, sampai nama-nama tokoh kartun favoritnya. Tentu dengan kejelasan pengucapan yang masih sangat terbatas.
Hal luar biasa yang kami alami berikutnya adalah dia diberi kesempatan oleh sebuah sekolah umum swasta yang baik di kawasan tempat kami tinggal, untuk bersekolah bersama-sama dengan anak normal lainnya.
Saat ini usianya sekitar 7,5 th, sudah bisa bercerita, bercanda, juga memarahi adiknya (dalam bercerita kadang susunan katanya masih terbalik-balik, juga menyanyinya masih dalam bahasa planet.) Pelajaran inti di sekolah yaitu membaca, menulis dan berhitung sudah mulai dia kuasai. Sedangkan pelajaran untuk bahasa lain seperti Inggris dan Mandarin tetap dia ikuti tetapi tidak kami paksakan untuk harus dia kuasai.
Pekerjaan kami belumlah selesai, namun bisa dikatakan bahwa kami sudah boleh menikmati hasil dari apa yang kami tanam selama ini. Memang benar kalimat bijak yang mengatakan : 

Those who sow in tears will reap with joy5)
 (“Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai”).

Apa yang dapat saya intisarikan dari pengalaman saya di atas adalah bahwa kami memilih untuk berpandangan bahwa kehadiran putri kami di tengah-tengah kami adalah suatu anugerah, dan ketuliannya adalah suatu pekerjaan yang Tuhan percayakan untuk kami kelola.
Suatu perumpamaan.

Jika atasan di tempat di mana saya bekerja memberi suatu tugas tambahan di luar job desk rutin kepada saya, dengan pertimbangan bahwa saya sudah pernah mendapatkan training tentang hal tersebut sebelumnya, dan tugas tersebut akan melatih saya sehingga akan meningkatkan kapabilitas saya, maka sebagai karyawan pada umumnya saya akan sulit untuk menolak tugas tersebut. Ditambah lagi bahwa dia berjanji akan selalu memantau dan siap memberikan bantuan kapan pun saya perlukan. Mungkin saya akan bertambah bersemangat jika memikirkan akan adanya kemungkinan promosi jabatan atau reward di baliknya. Namun tanpa imbalan apapun, seorang bawahan sepatutnyalah tetap mengerjakan tugas yang dibebankan kepadanya.

Keterangan :
  1. Ellen pada usia 6 bulan hanya mengoceh ‘ya ya ya …, wah, ah, ah’. Sementara adiknya yang normal dari umur 1 bulan sudah mengoceh ‘gu, keh, hu, he eh’, dll dan terus bertambah setiap bulannya. Kemampuan mendengar bayi normal juga sudah terlihat sejak minggu-minggu pertama. Bagaimana mimik menyimaknya ketika diajak berbicara, lalu menangis kalau mendengar suara ibunya (tidak saya temui dengan Ellen dulu).
  2. BERA adalah suatu jenis tes pendengaran, untuk mengetahui berapa tingkat desibel atau seberapa keras bunyi yang bisa didengar. Hasil tes Ellen di RS di Jakarta menyatakan telinga kanan tuli berat (80 dB) dan telinga kiri hampir total (100 dB lebih). Hasil di Singapura menyatakan bahwa tingkat ketulian Ellen di atas itu atau lebih berat lagi (yaitu telinga kanan 90 dB dan telinga kiri di atas 110 dB). Sehingga alat bantu dengar yang telah ia pakai selama setahun sebelum tes ke Singapura tidak memberikan hasil. (Alat bantu dengar dipilih disesuaikan dengan hasil tesnya, seperti memilih kacamata harus tepat minus atau plus berapa).
  3. Kami pernah menggunakan jasa terapis wicara yang datang ke rumah. Dari segi kemampuan dia memang bagus dan terlihat profesional, jadi ketika dia meminta kami untuk membayar di muka sebesar Rp 2 juta kami tidak keberatan, mungkin dia ingin komitmen kami. Ternyata baru setengah jalan dia menghilang, kalau kami hubungi selalu beralasan berhalangan (belakangan kami mendapat info bahwa dia memang sudah terkenal seperti itu). Juga ada yang berupa yayasan yang sebenarnya kurang bermutu, menerapkan sistem temuannya sendiri yang belum teruji. Dengan diagnosa asal-asalan, semua anak yang berontak saat diobservasi dibilang autis. Bagaimana anak tidak berontak, begitu ketemu langsung kepalanya ditekan-tekan (katanya untuk melihat kranio sakral, entah apa itu sebenarnya).
  4. Anak normal tidak memerlukan pelajaran khusus untuk berbicara. Karena telinganya dapat menangkap semua pembicaraan yang berada di sekitarnya, lalu merekamnya, dan suatu saat akan mengucapkannya sendiri. Dan saat proses tersebut berlangsung, gerak tubuhnya masih terbatas (usia 0-12 bulan), dia belum bisa berlari, melompat, memanjat, dan lingkup dunianya pun masih sempit, yaitu sebatas keliling rumah setinggi dirinya dan sedikit dunia luar. Sementara anak kami yang 4,5 tahun sudah berkembang wawasannya dan gerakan fisiknya, serta sudah mempunyai minat sendiri, tetapi kemampuan komunikasinya masih tertinggal di belakang. Sesuatu yang dia minati akan dia ikuti, yang tidak akan dia tolak.

ABD vs Cochlea Implant vs Terapies

Keywords: ABD, cochlea implant / implan koklea / CI / operasi rumah siput, terapi mendengar / auditori verbal, TAV / AVT, intervensi dini, habilitasi, terapi wicara, kemampuan verbal, tuna rungu

Pilih pakai alat bantu dengar (ABD) atau operasi rumah siput (cochlea implant, CI)?
Tentu saja soal kualitas ada perbedaan antara ABD vs CI. Tapi dalam kenyataannya ada hal-hal yang menjadi bahan pertimbangan untuk pilih ABD atau CI — bukan semata-mata soal beaya. Dan rasanya memang tidak perlu mempertentangkan keduanya.
Saya pernah lihat anak tunarungu yang menjalani operasi CI tapi kemampuan verbalnya minim. Sebaliknya juga pernah ketemu anak CI yang kemampuan verbalnya mendekati anak normal. Katanya juga ada anak ABD yang kemampuan verbalnya sangat bagus, bahkan bisa berkomunikasi via telepon. Tentu saja juga banyak anak ABD yang kemampuan verbalnya minim.
Sama-sama pakai ABD, kemampuan verbalnya beda. Sama-sama operasi CI, kemampuan verbalnya juga beda. Jadi tampaknya faktor utama penentu kemampuan verbal anak tuna rungu bukan pada alat yang dipakai (ABD vs CI). Hal inipun diakui oleh beberapa terapis TAV dan orang tua anak CI.
Faktor yang lebih menentukan adalah terapi-nya. Pada umur berapa mulai pakai ABD (atau menjalani operasi CI), dan langsung diikuti terapi mendengar (TAV) yang ulet. (Ada yang menggunakan istilah: intervensi dini dan habilitasi.)
Mengapa intervensi dini sangat penting? Karena, kata penelitian, usia optimal untuk perkembangan kemampuan audiologi seorang manusia ada batasnya, hanya kira-kira sampai usia 5-6 tahun — berbeda dengan kemampuan intelektual yang masih berkembang sampai usia dua puluhan (kan banyak orang kuliah).
Dan mengapa terapi/habilitasi sangat penting? Karena anak tunarungu (sejak lahir) sama sekali belum pernah mendengar. Kalaupun sekarang bisa mendengar (entah karena pakai ABD atau CI), bukan berarti ia langsung mengerti apa yang didengarnya. Ia harus dilatih untuk mengenali, membedakan dan memahami suara yang didengarnya, hingga selanjutnya bisa mengucapkannya — begitu prinsip dasar terapi mendengar. (Dan jika perlu dibantu terapi wicara untuk pengucapannya)
Jadi, pilih pakai ABD atau CI? Pilih terapi yang bagus! (by: papa Ellen)

terapi

Keywords: terapis, terapi wicara, tuna rungu, autis, pasca stroke, terapi mendengar, gangguan bicara, gangguan pendengaran
Gangguan bicara bisa dibedakan pada tuna rungu (karena gangguan pendengaran) dan pada non tuna rungu (karena sebab lain seperti autis dan stroke).
Anak autis misalnya, walaupun ada gangguan bicara tetapi sebenarnya bisa mendengar. Walaupun tidak/belum bicara tetapi proses pemasukan kosa kata melalui telinga terus berlangsung sejak masih bayi. Kemungkinan besar ia mengerti apa yang didengarnya, hanya saja perlu bantuan untuk bisa berbicara dengan baik. Dalam hal ini peran terapis adalah melatih si anak berkonsentrasi, memperkenalkan prinsip-prinsip berkomunikasi (misal lewat permainan gantian/giliran) dan melatih berbicara (termasuk pengucapannya).
Pada orang yang pasca stroke dan mengalami gangguan bicara, peran terapis lebih ke membantu untuk kembali bisa mengucapkan kata-kata dengan jelas. Di sini penderita tidak perlu diajarkan prinsip berkomunikasi verbal karena ia bahkan sudah pernah melakukannnya.
Walaupun agak berbeda dengan kasus autis, keduanya mempunyai kesamaan yaitu bisa mendengar. Artinya proses ‘input’ bagus, tetapi karena suatu gangguan menyebabkan ‘output’nya bermasalah.
Pada anak tuna rungu, ‘output’nya bermasalah justru karena gangguan pada ‘input’. (Note: sepanjang tidak mengalami gangguan lain selain pendengaran, alias bukan dobel handicap.)
Memanfaatkan sisa pendengaran yang ada, dengan ABD gangguan pada input itu dikurangi semaksimal mungkin sehingga si anak bisa mendengar dengan lebih baik (walau tidak sempurna). Tapi tak jarang kita jumpai terapis wicara yang bahkan tidak tahu anak kita bisa mendengar dengan bantuan ABD, sehingga cara terapinya sepenuhnya mengandalkan gerak bibir. Bagi sebagian orang tua yang memilih metode terapi wicara mungkin tidak masalah.
Tetapi bagi kami yang menerapkan terapi terpadu (mendengar + wicara), kami lebih prefer pemasukan kosa kata alias ‘input’nya yang utama melalui telinga (bukan melihat gerak bibir) sementara terapi wicara untuk membantu output yaitu pengucapan kata-kata yang si anak sudah mengerti tapi kesulitan mengucapkannya (Plus pada saat awal memperkenalkan prinsip berkomunikasi, karena saat itu kalau ada orang yang ngajak bicara, Ellen masih cenderung menirukan, bukan gantian bicara).
Dalam hal ini terapis wicara minimal harus tahu bahwa si anak bisa mendengar. Selanjutnya kami juga perlu sharingkan prinsip-prinsip dasar terapi mendengar agar dia tahu kalau kami juga menjalankan terapi lain (secara lisan, pinjamkan artikel) serta model terapi terpadu yang kami hendak jalankan dengan bantuan dia.
Jika terapis wicara tidak tahu kalau si anak bisa mendengar, pada saat permainan gantian misalnya, ia akan memberi aba-aba “Ellen” “Ibu” “Ellen” “Ibu” dst dengan cara berteriak sambil meminta Ellen memperhatikan gerak bibirnya. Sementara dengan pendekatan terapi mendengar/TAV, aba-aba seperti itu dilakukan secara full verbal, jadi sekaligus untuk melatih si anak mengenali suara. (Note: bahkan di TAV si terapis menutupi mulutnya dengan tangan/kertas agar tidak terlihat gerak bibirnya, tetapi kami sendiri jarang begitu karena kadang Ellen malah ikut menutupi mulutnya; kami lebih sering mengucapkannya dari samping/belakang.)
Dengan pemahaman sederhana bahwa si anak bisa mendengar, terapis wicara diharapkan tidak terlalu menuntut si anak melihat gerak bibirnya –kecuali tentunya pada saat belajar membentuk pengucapan yang benar.
Tidak mudah memang memperkenalkan metode ini ke terapis wicara yang biasanya beranggapan anak tuna rungu tidak bisa mendengar. Tetapi tidak sedikit juga yang bersikap terbuka dan bisa diajak bekerjasama membantu perkembangan si anak. (by: papa Ellen)

Terapi Terpadu untuk Anak Tuna Rungu

Keywords: terapi mendengar / terapi dengar, auditory verbal therapy / terapi auditori verbal, auditory oral therapy, AVT / TAV, terapi wicara, implan koklea / cochlea implant, alat bantu dengar / ABD, komunikasi, tunarungu

Banyak yang mau ditulis, tapi masih repot sama si baby. Tapi kemarin harus nulis buat pihak sekolah si kakak, jelasin beberapa hal. Ini menyangkut komunikasi si kakak, Ellen (6 tahun), yang tuna rungu tapi kami masukkan sekolah umum. Sekaligus berbagi informasi di sini, kalau-kalau berguna. Tulisan terkait akan menyusul (silakan lihat di Recent Posts).
Prinsip Dasar Terapi Ellen
(Terapi terpadu = terapi mendengar + terapi wicara)
1. Mendengar melalui telinga yang dibantu ABD, bukan karena melihat gerakan tangan atau gerakan mulut.
2. Keterbatasan si anak dalam merespon pembicaraan kita adalah karena belum mengerti kata/kalimat yang didengar (keterbatasan kosa kata, karena baru mulai mendengar selama 2 tahun), sehingga perlu dibantu dengan gambar/gerakan tangan. Tetapi bantuan inipun sifatnya hanya sesaat dalam rangka memasok kata baru, setelah kata tersebut dimengerti, bantuan visual dihilangkan.
3. Karena itu yang penting adalah memasok kosa kata ke telinga Ellen, tanpa menuntut dia segera/langsung dapat mengerti apalagi mengucapkan. John Tracy Clinic menuliskan: untuk dapat mengerti suatu kata si anak harus mendengar 100 kali, untuk dapat mengucapkan ia harus mendengar 1000 kali. Jadi sejak Ellen memakai ABD kami konsentrasi memasok dan memasok kata ke telinganya (saat bercakap-cakap normal, maupun saat spesifik mengajarkan kata-kata baru).
4. Teknik berbicara adalah dengan volume suara normal di dekat telinganya. Hal ini bertujuan agar suluruh konsonan dapat ditangkap. Bicara pada jarak yang lebih jauh dengan suara keras (berteriak) menyebabkan yang ditangkap hanya vokal saja.
5. Kami telah menerapkan point 1-4 selama 1 tahun dan telah terbukti menunjukkan hasil yang baik. Pada akhir tahun pertama, dia baru memiliki bahasa reseptif (paham beberapa kata yang kami ucapkan tanpa dia melihat gerak bibir, tapi dia belum bisa mengucapkannya), lalu setelah itu mulai muncul kata-kata pertamanya (walau pengucapan tidak sempurna, tetapi konsisten), dan langsung disusul dengan kata-kata berikutnya. Metode ini biasa disebut teknik auditory verbal. Ini yang kami terapkan…
6. Kendala yang muncul adalah pengucapan yang masih sangat lemah, karena itulah atas saran John Tracy Clinic kemudian Ellen dibantu terapi wicara (di suatu RS). Terapis wicara membantu membentuk pengucapan Ellen dengan teknik terapi wicara terhadap kata-kata yang sudah dimengerti Ellen tetapi belum bagus pengucapannya. Walaupun hanya 4 bulan (terpaksa quit karena tidak tertampung jadwal baru mereka yang hanya pagi–siang), pola ini telah menunjukkan hasil yang menggembirakan. Metode auditory verbal + terapi wicara ini biasa disebut auditory oral. Ini yang kami lanjut-terapkan saat ini (dengan bantuan terapis wicara di sekolah).
Catatan:
- Penelitian modern menyatakan hampir semua anak tuna rungu masih punya sisa pendengaran (tidak 100% tuli). Sisa pendengaran ini dapat dioptimalkan dengan bantuan alat bantu dengar (ABD, walaupun tidak secanggih implan koklea).
- Tetapi memakai ABD tidak sama dengan orang memakai kaca mata, yang langsung bisa melihat dengan lebih jelas. Karena respon atas stimuli visual adalah langsung, sedangkan respon atas stimuli auditori adalah melalui tahap pemahaman/interpretasi dulu. Untuk mencapai tahap pemahaman yang penting adalah harus sering mendengar dan mendengar, dengan pengucapan yang jelas, kalimat pendek, dan jika perlu disertai bantuan visual: gambar & gerakan tangan (kadang tanpa bantuan akan sulit anak memahami kata-kata baru, mirip kita nonton film berbahasa asing dimana kita mendengar pemain berbicara cas-cis-cus tanpa kita menangkap artinya). Tetapi bantuan itu perlahan dihilangkan, sehingga nantinya hanya akan berkomunikasi secara verbal. (by: mama Ellen, edited by papa Ellen)

insinyur ku

RACHMITA, SEORANG TUNARUNGU YANG MERAIH GELAR INSINYUR

Industri/Profesi
Yayasan Tuna Rungu Sejahtera Jiwa Raga (SEHIJRA)/Ketua Yayasan
Subyek Penghargaan

Solusi terhadap kemandirian tuna rungu dengan memberikan pelatihan keterampilan.

seorang pejuang tuna rungu
Rachmita Maun Harahap (Mita) adalah anak ke empat dari enam bersaudara dari pasangan Masniari Siregar (61) dan Ali Panangaran Harahap (71). Empat anak pasangan mereka (termasuk Mita) menyandang tuna rungu, cacat sejak lahir. Dua anak lainnya normal. Mita lahir di Padang Sidempuan, Sumbar.

Meski tunarungu sejak lahir, tidak menghalangi Mita untuk berprestasi di sekolah normal. Mita berhasil lulus di SDN Kertajaya 10 dan SMPN 6 surabaya -- saat itu merupakan sekolah favorit -- dengan nilai memuaskan. Begitu juga dapat melewati SMU 1 Serang dengan nilai gemilang. Bahkan semasa SMU, mita ikut berbagai kegiatan ekstrakulikuler seperti tennis dan marching band. Ketika itu Mita terpilih bsebagai mayoret terbaik di Kota Serang. Lulus SMU, mita ikut ujian UMPTN targetnya UI atau ITB. Namun, karena usahanya gagal, akhirnya ia memutuskan untuk kuliah di di Univ. Mercubuana mengambil jurusan teknik arsitektur. Mita berhasil lulus dari Univ. Mercubuana dalam waktu 4,5 tahun dengan predikat cum laude. Dengan meraih prestasi tersebut membawa Mita mendapatkan beasiswa dari Bapak Probosutedjo (Ketua Yayasan Menara Bhakti) untuk melanjutkan studi program Magister Seni Rupa dan Desain, ITB.

Setelah meraih S2,Mita kembali ke Univ. Mercubuana. Pada tahun 2000 statusnya sebagai karyawan kontrak di Bag. Perancang Pengawasan dan Penataan Fasilitas Gedung dan Ruangan Kampus sambil menjadi dosen Tidak Tetap Jur. Teknik Arsitektur. Sejak Oktober 2005 statusnya menjadi karyawan tetap Bag. Workshop Desain Interior Fak. Teknik Sipil dan Perencanaan. Perjuangan menjadi karyawan tetap diraihnya dengan usaha keras karena saat itu pengangkatannya terhalang kondisi penyandang cacat.

Tidak semua penyandang cacat dapat seberuntung Mita. Masih ada puluhan juta penyandang cacat yang hidup dalam keterpurukan, kesulitan memperoleh lapangan pekerjaan dan mereka juga terdiskriminasi dalam berbagai kehidupan yang lain. Didorong pengalamannya yang susah menjadi karyawan tetap, Mita terjun dalam berbagai kegiatan sosial khususnya bagi penyandang cacat (penca). Kegiatan ini sudah dimulai sejak tahun 1991. Belakangan, 5 Desember 2001 Mita mendirikan dan kemudian menjadi ketua Yayasan Sehat Jiwa dan Raga atau disingkat SEHJIRA.

Modal awal saat itu atas pemberian dari orang tua Mita sebesar Rp 5 juta dan digunakan untuk membeli komputer dan pembuatan akte notaris. Tempat kegiatan masih di tempat tinggal orang tua. Setelah Mita bekerja di Universitas Mercubuana, penghasilannya digunakan untuk membiayai kegiatan yayasan. Selain itu, dia juga pernah menjadi peserta Superdeal (ANTV) dan mendapat hadiah Rp 8 juta dan uang tersebut digunakan untuk mengontrak rumah untuk kegiatan yayasan. Yayasan ini juga didukung oleh PPCI (Persatuan Penyandang Cacat Indonesia), sekolah SLB di Jakarta yang memberikan pelatihan kemandirian penca, Al-azhar peduli umat dalam bantuan fasilitas komputer.

Kegiatan utama SEHJIRA adalah:
  1.   Menggalang pengadaan dana
  2.   Menyediakan informasi tentang pendidikan dan lapangan kerja
  3.   Memberikan beasiswa kepada anak-anak dari keluarga kurang mampu
  4.   Pelatihan kemandirian remaja tuna rungu untuk dapat mengaktualisasikan diri dengan cara yang positif
  5.   Penyaluran tenaga kerja tuna rungu yang belum bekerja
  6.   Melatih keterampilan menjahit dan membuat kue bagi remaja tuna rungu
  7.   Menerima pekerjaan menjahit dari perusahaan konveksi yang dikerjakan oleh anggota tuna rungu
  8.   Pengenalan bahasa isyarat (American Sign Language), mengaji dan kursus komputer

Pada awalnya (2001) baru 20 orang penca, sampai saat ini sudah ada 223 penca yang seluruhnya berasal dari wilayah Jabodetabek yang sudah ikut dalam program SEHJIRA. Hasil yang mereka raih, diantaranya 10 orang dari mereka sudah bisa menjahit. Dari keterampilan menjahit, mereka sudah membuka usaha sendiri di rumah dan juga sudah bekerja di perusahaan garmen. Salah satu dari mereka meraih prestasi menjadi juara pertama lomba membuat jas tingkat nasional. Selain keahlian menjahit, 8 penca lainnya sudha bekerja di bagian marketing, auditing, keuangan, administrasi dan juga sebagai supir. Keahlian lain sekitar 13 orang sudah bisa komputer, 7 orang sudah bisa bahasa isyarat dan 13 orang sudah diterima di sekolah SMP umum.

Harapan Mita ingin mendirikan sekolah dari mulai tingkat TK sampai universitas untuk tunarungu. Keinginan ini tiada lain karena ingin mewujudkan kesamaan dan kesempatan bagi penca agar dapat mengisi segala aspek kehidupan dan penghidupan.
Untuk Menghubungi

Taman Pendidikan No. 1 Cilandak Barat,
Jaksel
021.7305364

Masniari Siregar, Ibunda Empat Anak Tuna Rungu
Mengubah Keterbatasan Keempat Anaknya Menjadi Kesuksesan Melalui Kasih Sayang dan Doa
Memiliki anak tuna rungu bagi sebagian orang merupakan kekurangan yang harus ditutupi. Tapi berbeda halnya dengan Masniari. Ia justru lebih terdorong untuk mendidik dan memotivasi empat anaknya yang menderita tuna rungu untuk menggapai kesuksesan. Tekad itu pun berhasil berkat kerja keras yang dilakukannya bersama sang suami, Irwan Ibrahim. Bahkan salah satu diantaranya mampu meraih gelar S2 dengan keterbatasan yang dimilikinya. Bagaimana kisah sebenarnya?

Kamis (08/04) Sore, Realita menyambangi kediaman Masniari Siregar, seorang ibu yang memiliki empat orang anak menderita tuna rungu. Rumah Masniari Siregar terletak di perumahan Departeman Keuangan Karang Tengah, Tangerang, Banten. Rumahnya tak begitu besar, tapi nampak asri dengan beberapa pohon yang tertanam persis di depan bangunan rumah tersebut.

Sambutan hangat dari Masniari menyapa kedatangan Realita. Dengan penuh keramahan dan senyum khas, Masniari Siregar langsung mengajak Realita masuk ke dalam ruang tamu untuk berbagi cerita mengenai perjuangannya mengasuh dan mendidik anak-anaknya hingga meraih kesuksesan. Sambil duduk di atas sofa berwarna cokelat, Masniari pun mulai membuka obrolan dengan suasana yang cukup santai.

Wanita yang kerap disapa Masriani ini mengaku, bahwa memiliki anak adalah suatu anugerah tersendiri. Menurutnya, masih banyak perempuan yang sudah menikah bertahun-tahun namun tidak diberi kepercayaan oleh Tuhan untuk memiliki anak. “Saya bersyukur bisa mempunyai anak,” ujarnya. Sejak menikah pada tahun 1942 dengan belahan jiwanya, Ali Panangaran Harahap (72) ia telah dikarunia 6 orang anak, yakni Barli Hakim harahap (43), Raja Muddin (42) Erwin Syarifuddin (40), Rachmita Maun (39), Linda Noura (37) dan Ade Nur Ima (35). Namun dari keenam anaknya hanya Raja Muddin dan Linda Noura yang normal. “Anak lainnya tuna rungu,” ungkapnya. Saat menikah, Masniari mengaku masih sangat muda yaitu berumur berumur 18 tahun sedangkan harahap berumur 28 tahun. Meski terpaut umur 10 tahun, hal tersebut tak membuat Masniari malu, “Cintalah yang menyakinkan saya untuk menikahinya,” cerita Masniari.

Mensyukuri Kekurangan Empat Anaknya. Meski mempunyai anak tuna rungu, Masniari tidak pernah menyesal telah melahirkan anak-anak tersebut. Baginya, anak adalah amanah yang harus dijaga meski memiliki kekurangan. Masniari juga tidak malu dan sakit hati ketika beberapa tetangga yang terkadang mencibirnya karena ia memiliki anak tunga rungu. “Kalau saya malu lalu bagimana dengan anak-anak saya, pasti mereka lebih tidak mempunyai kepercayaan diri lagi,” jelasnya. Masniari pun selalu membesarkan rasa kepercayaan diri anak-anaknya. Varanya adalah dengan mengatakan bahwa mereka anak yang normal seperti anak yang lain hanya saja kurang pendengaran dan susah untuk berbicara. “Saya selalu mengatakan demikian ketika anak-anak menanyakan kondisinya,” ujar Masniari. Sebagai seorang ibu yang memiliki empat orang tuna rungu tentunya membuat Masniari harus mendidik dengan ekstra keras. Pasalnya, kalau mereka dibiarkan, perkembangan anaknya tentu akan lambat. “Saya berbagi peran dengan suami, saya menjaga anak dan suami mencari uang,” terangnya. Suaminya sendiri bekerja di Departemen Keuangan.

Hampir setiap hari, Masniari selalu mendampingi keempat anaknya baik di sekolah maupun di rumah “Habis anak pulang sekolah, saya hampir tidak pernah keluar rumah untuk main ke tetangga. Waktu saya lebih banyak dihabiskan untuk menjaga anak-anak,” terangnya lagi. Kalau pun Masniari mau keluar biasanya ia pergi bersama suami dan anak-anaknya. Rutinitas kegiatannya tersebut diakui Masniari merupakan ungkapan kasih sayang dari dirinya dan suami. Melalui kasih sayang itulah, ia berharap perkembangan semua anak-anaknya mampu menampakkan keberhasilan di kemudian hari.

Masniari mengaku dalam mendidik anak-anaknya tidak pernah membeda-bedakan antara tuna rungu dan yang normal. “Bagi saya, semua anak sama saja. Jadi saya tidak pernah membeda-bedakan apalagi menganak-emaskan salah satu anak,” paparnya dengan logat batak yang sangat kental. Salah satu didikan yang ia terapkan kepada anak-anak adalah selalu displin dan bertanggung jawab terhadap berbagai macam tindakan yang dilakukan. Sejak kecil semua anak-anak sudah dibiasakan untuk bangun pagi dan sholat shubuh bersama. Setelah itu, mereka diharuskan untuk membersihkan dan merapikan tempat tidurnya masing-masing. “Yang paling bersih merapikan tempat tidur adalah Barli Hakim Harahap anak pertama,” kenangnya.
Budaya disiplin sengaja diterapkan oleh Masniari sejak dini, sebab menurutnya dengan menciptakan budaya disiplin sejak kecil maka akan membentuk karakter anak untuk bertanggung jawab dan mandiri ketika nanti dewasa.”Tidak selamanya saya hidup dengan anak-anak karena suatu saat anak-anak pasti akan hidup sendiri-sendiri dan berpisah dengan saya,” jelas Masniari. Selain itu, Masniari juga berharap kelak anak-anaknya tidak bergantung dengan orang lain karena memiliki kelemahan dalam pendengaran dan pengucapan.

Doa dan Kasih Sayang. Meski setiap hari Masniari selalu mendampingi anak-anaknya bukan berarti semua aktifitas dan kreatifitas anak-anaknya dibatasi. ”Saya tidak mengekang keinginan anak-anak, semua anak-anak saya bebaskan untuk menentukan jalannya masing-masing, karena mereka yang akan menjalani hidup”jelasnya. Seperti saat Rachmita Maun atau yang biasa disapa Mita ingin mengenyam pendidikan dasar di sekolah umum. Sebelumnya, Mita memang mengenyam pendidikan di Sekolah Luar Biasa (SLB). Namun, ia kemudian memiliki keinginan untuk merasakan pendidikan di sekolah umum. Karena terus menerus merengek untuk bersekolah di sekolah umum, akhirnya keinginan Mita dikabulkan oleh Masniari. ”Kebetulan saya punya kenalan kepala sekolah jadi saya bisa memasukkan Mita di sekolah normal,” ujar nenek enam cucu ini. Mita sendiri mengaku ingin pindah karena merasa mampu untuk mengikuti pelajaran di sekolah umum. Setelah Mita masuk di sekolah umum, sang adik, Linda yang juga tuna runggu masuk di sekolah normal karena memiliki keinginan yang sama dengan Mita. Sedangkan dua kakaknya justru tidak mau masuk di sekolah normal. Meski tuna runggu, baik Mita maupun Linda bisa mengikuti pelajaran. Bahkan Mita selalu masuk dalam ranking sepuluh besar di kelasnya.

Selain mengajarkan budaya demokratis di tengah-tengah keluarga. Masniari juga sangat menekankan pendidikan kepada anak-anakanya, hampir semua anak-anaknya mengenyam bangku kuliah, kecuali Barli Hakim Harahap dan Erwin Syarifudin. Pasalnya, kedua kakak beradik tersebut tidak bersekolah di sekolah normal. Prestasi yang paling mengejutkan adalah Mita, anak keempatnya yang mampu melanjutkan pendidikannya hingga S2 di Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan mengambil Jurusan Interior.

Hampir semua anak-anak Masniari mengalami kesuksesan, dalam menjalani hidup, baik yang tuna rungu maupun yang normal. Salah satu contohnya adalah Barli yang bekerja sebagai pengusaha kebun karet. Rajamudin, sebagai supervisor di sebuah perusahaan bernama PT. Eka Timur Raya di kota Malang, Jawa Timur. Erwin berprogesi sebagai staff marketing di salah satu perusahaan pelayaran. Sedangkan Mita, menekuni karir sebagai dosen sekaligus disain Interior serta Linda bekerja di perusahaan asuransi PT. Bina Griya Upakara. Yang terakhir, Ade bekerja sebagai wiraswasta dan memiliki usaha sendiri yang cukup menguntungkan. Kesuksesan yang diraih anak-anaknya tersebut tak lain dan tak bukan selain usaha anak-anaknya yang gigih untuk belajar, juga disertai doa yang tak pernah berhenti dipanjatkan dari ibunya. Tak hanya itu saja, didikan sang ibu yang mengajarkan kemandirian bagi anak-anaknya, meski sebagian diantaranya adalah tuna rungu. “Hampir setiap siang dan malam saya selalu mendoakan untuk kesuksesan anak-anak saya,” ungkapnya sembari menutup pembicaraan

Ingin Mendirikan Universitas Khusus Tuna Rungu
Rachmita Maun Harahap atau yang kerap disapa Mita ini terlahir mengalami kekurangan dalam pendengaran dan kesulitan untuk bicara. Meski demkian, Mita tidak pernah menyesali nasibnya tersebut. Ia justru bersyukur kepada Allah karena telah diberi kemampuan yang tidak dimiliki oleh orang normal lainnya. Bagi Mita, kedua orang tuanya sangat berarti dalam perjalanan hidupnya. Disaat masih kecil teman sekolah sempat mencelanya. Namun, kedua orang tuanya selalu menenangkan hati Mita. Ia pun disarankan untuk selau berbesar hati. Selain itu, kedua orang tuanya juga sangat menyayangi semua anak-anak, tak terkecuali bagi anak-anak tuna rungu. Mita juga sangat bersyukur memiliki orang tua yang sangat peduli sekali dengan pendidikan anak-anaknya ”Kalau orang tua saya tidak peduli dengan pendidikan kami, mungkin saya tidak seperti sekarang,” jelas suami Irwan Ibrahim ini.

Sebagai tuna runggu, tentunya Mita sangat memahami betul kesulitan-kesulitan orang yang senasib denganya. Apalagi di keluarganya sendiri ada tiga orang yang tuna rungu. Terdorong ingin membantu teman-teman sensibnya itu pada tanggal 5 desember 2001 lalu, ia mendirikan Yayasan SEHJIRA (Sehat Jiwa Raga). Yayasan ini bergerak dalam pelatihan dan pendidikan khusus untuk tuna rungu. Selain mendirikan Yayasan SEHJIRA, Mita juga memiliki obsesi lain yang sangat besar yaitu mendirikan universitas khusus tuna rungu. Sebab di Indonesia, belum ada universitas khusus untuk tuna rungu. Dalam waktu dekat ini, rencanaya ia juga akan mengambil gelar doktor di Luar negeri. “Saya ingin mengambil gelar doktor,” ungkap Mita tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Tentang penerima penghargaan

"Pelita Dalam rangka memperingati Hari Internasional Penyandang Cacat (Hipenca) di DKI Jakarta, Pemda DKI Jakarta melalui Dinas Sosial memberikan penghargaan kepada para penyandang cacat berprestasi.Pemberian Penghargaan disampaikan Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta Prijanto diTMIl. Pemberian penghargaan tersebut diberikan kepada penyandang cacat berprestasi, dan non penyandang cacat secara perorangan, kelemba- gaan yang telah mengabdikan hidupnya bagi kepentingan kesejahteraan bagi penyandang cacat. Selain itu, bakti sosial pengobatan gratis, pemberian alat bantu penunjang fisik dan santunan uang serta bingkisan natural.Kepala Dinas Sosial DKI Jakarta Budihardjo mengatakan penyandang cacat berprestasi mendapat sertifikat penghargaan dari Gubernur DKI Jakarta, terbaik perorangan yakni Ir Rachmita Maun Harahap, ia adalah cacat Tuna Rungu berprestasi dibidang akademisi, pembicara dalam seminar-seminar dan seorang motivator. "

strata 2

Penyandang Tuna Rungu itu Kini S2

17 Maret 2006 12:31:23

Prestasinya memang tidak cumlaude, tapi semangat belajarnya untuk bisa meraih gelar strata dua (S2), patut diacungi jempol dan dicontoh. Apalagi dirinya termasuk penderita tuna rungu ringan, dimana ia mengalami gangguan pendengaran dan jika berbicara kurang jelas atau gagap. Itulah sosok Saprizul Kamil, wisudawan Program Pascarsarjana Teknik Ligkungan ITS yang mendapat beasiswa dari Departemen Pekerjaan Umum.

Prestasinya memang tidak cumlaude, tapi semangat belajarnya untuk bisa meraih gelar strata dua (S2), patut diacungi jempol dan dicontoh. Apalagi dirinya termasuk penderita tuna rungu ringan, dimana ia mengalami gangguan pendengaran dan jika berbicara kurang jelas atau gagap. Itulah sosok Saprizul Kamil, wisudawan Program Pascarsarjana Teknik Ligkungan ITS yang mendapat beasiswa dari Departemen Pekerjaan Umum.

“Saya menyadari akan kekurangan diri ini, tapi itu bukan berarti keinginan untuk terus belajar dan belajar jadi terhambat. Kalau ada kesempatan dan beasiswa lagi, saya masih ingin melanjutkan sampai ke program doktor,” kata Kamil saat ditemui Kamis siang (16/3) di Kampus ITS, bersama isteri dan seorang anaknya.

PNS dari Pemda Indramayu yang ditempatkan di Kantor Lingkungan Hidup ini mengakui, hambatan pendengaran dan komunikasi memang acapkali mengganggu proses ia menerima materi kuliah, tapi berkat hobi membaca yang sangat luar biasa pada dirinya, hambatan-hambatan itu pun seolah tak ada. “Kemauan saya untuk belajar memang besar, sehingga hambatan apa pun seringkali saya abaikan. Apalagi para dosen dalam memberikan materinya selalu dilengkapi dengan hand out lewat visualisasi, sehingga saya lebih mudah untuk mengerti,” kata ayah satu orang anak kelahiran Bandung, 11 April 1966 ini.

Diungkapkan Kamil, tunarungu yang ia alami itu, berawal ketika di usia balita ia terjatuh dari tempat tidur. Akibatnya pendengarannya terganggu sehingga akhirnya ia lambat dalam merespon pembicaraan orang. “Itulah sebabnya saat saya TK dan SD, orang tua memasukkan saya di sekolah SLB bagian B. Tapi setelah itu saya mencoba untuk melanjutkan ke SMP dan SMA umum. Karena saya ingin membuktikan kalau saya mampu,” kata alumnus SMA Negeri 9 Bandung ini.

Seusai SMA, Kamil pun melanjutkan ke Program Diploma Tiga Akademi Teknik Pekerjaan Umum Bandung, setelah itu ia alih jenjang ke Program S1 di Universitas Sahid, Jakarta, Jurusan Teknik Lingkungan, lulus tahun 1995. Sebelum diangkat menjadi PNS tahun 1997, ia pun menyempatkan diri pengikuti Program Diploma Satu Komputer. “Saya sangat menikmati belajar, karena itu apa pun hambatan yang mengganjal, termasuk kondisi saya yang masuk kategori penderita tuna rungu ringan, tidak saya hiraukan. Kalau ada kesempatan lagi saya ingin melanjutkan ke program doktor,” katanya.

Apa kunci suksesnya? “Untuk belajar orang seperti saya, dibutuhkan kemauan yang kuat dan tidak minder dengan siapa pun dan mau membaca. Karena modal utama dengan kondisi pendengaran yang mengalami gangguan, meski sudah dibantu alat, adalah membaca,” katanya.

Sayangnya, katanya menambahkan, orang-orang tunarungu malas untuk belajar membaca, sehingga selalu saja tertinggal jauh pengetahuannya dari orang normal. “Hal lainnya harus pandai-pandai beradaptasi dengan lingkungan. Ini penting, karena kalau kita minder akibat pengaruh lingkungan, maka nantinya akan menenggelamkan diri sendiri,” kata Kamil yang pernah aktif di Gerkatin (Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia).

Isteri dan Dosen Bangga

Bagaimana tanggapan sang Isteri, Nunung Setyawan, dengan prestasi yang telah diraih suaminya? “Sejak awal saya bangga dengan kelebihan yang dimiliki suami saya. Tidak sedikit pun saya minder berdampingan denganya, karena saya melihat kecerdasannya sangat luar biasa,” kata Nunung.

Diungkapkan ibu dari Azizah Zahra Kamillah ini, suaminya termasuk orang yang suka membaca, karena itu dalam waktu 1,5 tahun kuliah di ITS Surabaya, jumlah buku yang akan dikirim ke Bandung mencapai 3 kuintal lebih. “Dia orangnya memang suka membaca dan membeli buku. Di rumah tumpukan buku memenuhi sebagian dari luas rumahnya. Boleh dibilang gajinya hanya habis untuk keperluan membeli buku. Buku apa saja dari mulai buku agama, buku ekonomi dan sosial, termasuk buku dari ilmu yang diperdalamnya Teknik Lingkungan,” katanya.

Di mata sang isteri, Kamil termasuk suami yang sangat pengertian dan lemah lembut. Kelembutannya melebihi orang yang normal. “Umumnya orang tuna rungu itu tempramental dan mudah tersinggung, tapi dia tidak. Terhadap anak juga demikian sangat perhatian dan hati-hati dalam mendidik,” katanya.

Sedang di mata dosen pembimbingnya, Dr Yulinah Trihadiningrum, Kamil termasuk sosok yang memiliki kemauan belajar sangat luar biasa. “Di tengah keterbatasannya ia mau untuk mengganti proposal tesisnya yang memang dinilai tidak memenuhi syarat untuk peserta program beasiswa PU,” katanya.

Ia cukup memenuhi ekspektasi yang diinginkan pembimbing. Misalnya, ungkap Yulinah, saat diminta untuk mengganti judul skripsinya, dan ia harus menunjukkan bagaimana melakukan observasi ke objek yang akan diteliti, Kamil hadir di tengah-tengah kegiatan ibu-ibu PKK yang sedang melakukan pelatihan dan pembinaan, demikian juga ia sering hadir diantara para motivator-motivator untuk pengelolaan sampah di daerah Jambangan. “Sungguh dia seorang peneliti yang ulet, kemauannya keras, dan mencoba untuk berhasil di tengah keterbatasannya,” kata Yulinah yang mengaku untuk berkomunikasi dengannya lebih banyak menggunakan bahasa tangan dan gerakan bibir. Sekali lagi, kata Yulinah menambahkan, ia bangga dengan prestasi yang diperoleh Kamil. “Lebih bangga lagi ternyata dalam penguasaan bahasa Inggris-nya cukup baik. Ini terbukti ia bisa diwisuda dengan nilai TOEFL 477, sementara ada mahasiswa yang normal belum berhasil karena nilai TOEFL-nya tidak lulus,” kata Yulinah.

kisah Anggela

PRESTASI WANITA VENEZUELA

Saya lahir 21 Maret 1986, di Cumana, aku didefinisikan oleh ibuku malam seperti lagu cinta, terfokus, penuh kasih sayang dan sangat independen. Karakteristik keempat telah memungkinkan saya untuk membentuk kepribadian yang kokoh dan untuk alasan itu saya telah melampaui cacat pendengaran, yang tidak lagi merupakan halangan tetapi suatu kekuatan. Memuncak ketika para guru tingkat keenam dipanggil untuk ibuku dan mereka berkata kepadanya bahwa dia bisa belajar di sekolah tata bahasa yang normal. Gagasan takut kepadanya, bagaimana akan saya untuk mengembangkan, atau apa yang akan dilakukan jika mereka ditempatkan bersama dengan saya; luckyly mengalahkan rasa takut dan pengalaman yang menyenangkan dan dengan dukungan layanan dari Kementerian Pendidikan, menyarankan bahwa mereka untuk para profesor sehingga mereka tahu seperti mendistribusikan pengetahuan untuk saya, berhasil lulus ke saya sebagai sarana teknis di bidang Ilmu Komputer di Unit Educative Modest Silva. Aku tidak pernah suka untuk menempatkan kepada saya untuk mendengar aparatur Karena mereka dihasilkan sakit kepala kepada saya. Saya juga tidak pernah rajin untuk menggunakan bahasa klasik dari orang-orang tuli, Karena tidak menarik bagi saya. Saya lebih memilih untuk menciptakan bahasa sendiri, dengan yang saya telah dibuat sejak saya punya alasan mengerti menggunakan, terjadi melalui "gadis penakut. "Ini adalah bahwa orang tidak menyadari masalah saya sampai Anda sudah lama berkomunikasi dengan saya". Vanessa empat bulan yang lalu Memutuskan untuk menjadi duta besar # 1 dari Socieven, Deafblind Venezuela. "Ketika ia masih kecil aku berpikir bahwa ia tidak punya kesempatan untuk menjadi tuli, sekarang aku tahu bahwa dia tidak demikian. Aku tidak pernah membayangkan bahwa orang-orang buta dan tuli ada pada saat yang sama, karena alasan itu ingin memberikan pesan Paskah dan kepada para kerabat, yang ada kesempatan sehingga mereka juga pergi ke depan dan mereka berkomunikasi melalui bijaksana, menghormati alasan itu, saya mengagumi dan mendukung karya Socieven. "Exist Socieven duta dari banyak tokoh masyarakat, tapi Terutama Vanessa adalah karunia besar, Karena dia adalah seorang duta besar yang merupakan contoh sukses integrasi seperti orang cacat juga. Yang indah itu telah diketahui adalah bahwa hal itu telah menjadi hubungan konstan dan timbal balik kontribusi. Ini adalah dukungan seperti juru bicara dari penyebab Socieven deafblindness dan mencari cara untuk membayar kembali kepada-Nya, melakukan sebuah hadiah kepada-Nya pendengaran prostesis disumbangkan oleh koklea generasi terakhir Amerika, yang Full Version tertentu untuk mendengarkan suara, serta rehabilitasi sehingga sekarang dia belajar untuk mengasosiasikan suara ini, kami memfasilitasi seorang penerjemah waktu untuk menyelesaikan dia, yang memperkuat itu dalam sistem tanda dan masa depan untuk belajar membaca bibir. Mulai sekarang memiliki cara untuk communicational besar sempurna "tunggal karena dapat membaca dan menulis dengan tangan dengan sempurna apa yang dikatakan kepadanya. Hari yang lalu, Vanessa terhormat di kursi Dewan Kota Mayorship dari Baruta. The mata uang .. Berbagi dengan Vanessa Acara ini diselenggarakan sama sekali dengan Deafblind di Venezuela Untuk C. dan membiarkan tuli ratu untuk berbagi dengan Perwakilan berbagai lembaga yang membantu para penyandang cacat. Dunia berubah terus dan sekali lagi, Venezuela adalah pelopor fakta-fakta dengan Miss tuli pertama dalam sebuah kontes besar keindahan. Pada saat ini saya dalam persiapan untuk segera membagi keras untuk melewatkan hari untuk Internasional, sangat baik untuk mewakili negara saya dan harapan semua manusia dan mereka yang mendukung energi positif untuk dan untuk melakukannya atau membawa aku dan dengan demikian cofrog Tunjukkan kepada dunia bahwa orang-orang seperti saya dengan kondisi seperti pendengaran kita jika kita dapat all.At triufar saat ini saya alfrente dari yayasan saya Vanessa Peretti, yang bertanggung jawab untuk membantu Semua anak-anak dengan masalah pendengaran seperti aku. 

Untuk mendapatkan miss internasional merupakan salah satu prioritas saya untuk pergi sehingga untuk berhenti di nama negara saya dengan baik. Musik Hello my dear friends, saya ingin berbagi dengan Anda dalam hal ini. Tidak ada yang sebanding dengan sukacita menjadi Miss International adalah tidak mungkin kemiripan dengan kebesaran perasaan dan mewakili negara saya venezuela, dibandingkan dengan 80 negara di Miss International, saya cukup beruntung berada di sana, untuk bertemu banyak orang dan bahwa aku tahu, mata dunia diletakkan di Venezuela karena tidak ada keraguan untuk yang kedua datang dari Miss Venezuela memiliki demikian selalu dan akan selalu menjadi seorang wanita siap untuk berhasil. Venezuela saya katakan padanya tidak akan ada yang menghentikan mimpi-mimpi, karena saya pergi ke Miss International adalah salah satu yang terbesar dan kenangan tak terlupakan dalam hidup saya adalah menarik dan memperkaya pengalaman, dimana persahabatan dengan banyak gadis dari semua benua, yang cinta dari keluarga dan dukungan tanpa syarat dari negara saya dan semua teman-temanku, cerah dan ceria malam itu di mana ada klasifikasi yang diharapkan oleh negara saya bahwa saya bisa sangat sedih, tapi di mana aku merasakan hal terbaik yang bisa terjadi ketika kita begitu jauh dari rumah yang kasih sayang dan solidaritas dari masing-masing dan setiap orang dari kalian ke arahku dia Vanessa Peretti venezuela Miss International 2006. Saya ingin mengucapkan terima kasih, terima kasih untuk mimpi Vanessa Peretti tetap hari ini lebih hidup dari sebelumnya. Venezuela Terima kasih untuk membuat saya begitu beruntung dan sangat bahagia. Aku akan selalu menjadi ratu dan temannya hari ini, besok dan selamanya. Aku cinta kalian semua. Yang berterima kasih kepada anda semua: Vanessa Peretti. Miss International venezuela 2006. -------------------------------------------------- --- Hello my dear friends, ingin berbagi dengan Anda dalam hal ini. Tidak ada yang membandingkan dengan kebahagiaan menjadi Miss International, kesamaan tidak mungkin dengan kebesaran merasa kepada saya dan mewakili negara saya Venezuela, di depan 80 negara di Miss International, aku mendapat keberuntungan bisa berada di sana , untuk tahu banyak orang Dan yang mereka tahu saya, mata dunia tertuju pada Venezuela Karena tidak ada keraguan maupun oleh kedua bahwa Miss yang selalu muncul dari Venezuela Malthus telah dan akan disiapkan oleh seorang wanita selalu menang. Untuk venezuela saya saya mengatakan bahwa tidak akan ada yang menghentikan mimpi-mimpi, untuk gaji saya pergi ke Miss Internasional padanya dia adalah salah satu kenangan besar dan tak terlupakan, tapi untuk hidup saya, adalah menarik dan memperkaya pengalaman, dimana persahabatan dari begitu banyak gadis-gadis dari semua benua, cinta dari keluarga dan dukungan tanpa syarat dari negara saya dan semua teman-temanku, diterangi dan bersorak malam di mana tidak ada menunggu klasifikasi negara saya dimana saya bisa sangat sedih, tetapi di mana saya merasa hal terbaik hal ini bisa terjadi dari kita ketika kita begitu jauh dari rumah yang kasih sayang dan solidaritas dari semua dan setiap salah satu dari kalian terhadap orang yang saya Vanessa Peretti Miss venezuela Internasional 2006. Maksud saya terima kasih kepada mereka, ribu terima kasih sehingga mimpi Vanessa Peretti tinggal lebih hidup hari ini daripada sebelumnya. Venezuela terima kasih untuk membuatku sangat beruntung dan sangat bahagia. Selalu saya akan para ratu dan temannya hari ini, besok dan selalu. Master untuk semua. Merasa yang telah bersyukur dari semua Anda: Vanessa Peretti. International Miss Venezuela 2006.

i gangguan pendengaran mungkin dari dua jenis utama

Oleh Dr Ananya Mandal, MD
Pendengaran dari gangguan pendengaran mungkin dari dua jenis utama - pendengaran konduktif dan pendengaran sensorineural. Jenis ketiga adalah jenis campuran yang mendasari gejala dari kedua jenis tuli pendengaran. 1-6

Anatomi telinga normal

Telinga biasa terdiri dari sebuah kanal sempit yang memungkinkan dalam gelombang suara. Ini disebut telinga luar atau telinga kanal. Gelombang ini memasuki telinga kanal dan menyerang drum telinga.
Telinga drum (disebut tympani membran) adalah membran yang bergetar seperti gelombang suara memukulnya. Getaran-getaran tersebut diberikan kepada tiga tulang kecil (ossicles) di dalam telinga tengah. Ini disebut tulang tulang martil, tulang landasan dan tulang sanggurdi.
Ossicles bergerak untuk memperkuat getaran dan memberikannya kepada telinga dalam. Telinga dalam berisi sebuah shell yang berbentuk organ yang disebut koklea. Dalam koklea adalah sel-sel rambut kecil sepanjang dinding batin. Ini bergerak sebagai respon getaran dan mengirim sinyal melalui saraf pendengaran ke otak.

Desibel pendengaran

Jangkauan pendengaran normal adalah 0-20 desibel (dB). Sekitar 30 dB adalah untuk berbisik, 50 dB untuk rata-rata rumah suara dan 60 dB untuk percakapan pidato. Kedengarannya seperti mesin jet suara lebih dari 140 dB dan menyakitkan.
Pendengaran diukur dalam desibel (dB HL) pendengaran.
  • 25-39 dB HL berarti pendengaran ringan (tidak bisa mendengar bisikan)
  • 40-69 dB HL berarti moderat (tidak dapat mendengar percakapan pidato)
  • 70-94 dB HL parah (tidak dapat mendengar berteriak)
  • lebih dari 95 dB HL mendalam (tidak dapat mendengar suara yang akan menyakitkan bagi seseorang mendengar)

Jenis gangguan pendengaran

Jenis gangguan pendengaran meliputi pendengaran konduktif, sensorineural pendengaran dan jenis campuran.

Pendengaran konduktif

Dalam hal ini gelombang suara tidak mampu lulus dari telinga luar ke telinga dalam mengakibatkan pendengaran. Alasan paling umum karena:
  • penyumbatan telinga kanal oleh telinga
  • perforasi drum telinga
  • Build-up cairan karena infeksi telinga disebut lem telinga

Sensorineural gangguan pendengaran

Hal ini terjadi di mana saraf pendengaran dan saraf lainnya yang membawa informasi dari suara yang terdengar otak rusak karena usia atau cedera.
Gangguan pendengaran karena penuaan disebut presbyacusis. Setelah berusia lebih dari 30-40, banyak orang mulai kehilangan mereka mendengar dalam jumlah kecil. Hal ini meningkatkan dengan usia dan oleh 80 banyak orang mungkin memiliki gangguan pendengaran yang signifikan.
Presbuacusis terjadi ketika sel-sel rambut yang sensitif di dalam koklea secara bertahap menjadi rusak atau mati. Gejala awal termasuk hilangnya suara frekuensi tinggi, seperti perempuan atau anak-anak suara dan kesulitan dalam sidang konsonan, membuat mendengar dan memahami pidato sulit.
Telinga cedera adalah penyebab umum lainnya kehilangan pendengaran. Ini terjadi karena kerusakan yang disebabkan oleh suara keras. Struktur batin konstan karena terkena kebisingan rusak. Terpapar suara menyebabkan sel-sel rambut dalam koklea menjadi meradang.
Beberapa obat dapat juga menyebabkan kerusakan saraf telinga menuju sensorineural pendengaran. Ini termasuk antibiotik terkenal seperti aminoglycosides (Gentamicin, Amikacin dll.)

Campuran jenis gangguan pendengaran

Ketika orang-orang mendapatkan kedua jenis bersama-sama, kondisi yang disebut sebagai campuran jenis pendengaran.
Ditinjau oleh April Cashin-Garbutt, BA Hons (Cantab)

Bacaan lebih lanjut

Sumber-sumber

  1. http://www.NHS.uk/conditions/Hearing-Impairment/Pages/Introduction.aspx
  2. http://www.Patient.co.uk/Doctor/Deafness.htm
  3. http://nichcy.org/wp-content/uploads/docs/fs3.PDF
  4. http://www.hearingawarenessweek.org.au/wordfiles/Causes%20of%20Hearing%20Loss.PDF
  5. http://www.Hearing.com.au/upload/media-Room/Hearing-loss-in-Australia.PDF
  6. http://holisticwisdom.org/hwpages/Dealing%20With%20Hearing%20Loss%20.PDF

Middle Ear Implants

 

 

In order to be fit with a MEI (or a binaural fitting), one requires a purely sensori-neural hearing loss. Since MEIs are better at generating mid- and high-frequency gain than low-frequency gain, the optimal hearing loss should be sloping. Many MEIs can be digitally programmed or are in fact digital. With the extra control that these technologies afford, other sensori-neural configurations can be fit. I would doubt if any new hearing aid users would be MEI candidates. Although the various surgeries are not complicated, they can be lengthy (up to 3 hours) and like any surgery, can be traumatic. A MEI candidate is therefore one who has tried conventional hearing aids and was unsuccessful either because (i) they were not able to obtain as much high-freuency amplification as required, or because (ii) the occlusion effect (Vagal response) could not be resolved to the satisfaction of the patient. While the cosmetic issue is important, I am not convinced that this should be the primary deciding factor, given that CIC hearing aids can be made quite small with newer technology.

Incidentally, there will be a panel session, chaired by myself and Dr. Jon Spindel, at the next AAA meeting in San Diego (Thrusday AM). In addition, part of the August 2001 issue of Hearing Journal will be dedicated to this topic, with myself and Jon as co-editors.

Physician Assistant Exam: Conditions of the Ear

By Barry Schoenborn and Richard Snyder from Physician Assistant Exam For Dummies, with CD

There are several conditions that affect the ear and the Physician Assistant Exam will expect you to be familiar with the basics. These conditions include everything from vertigo to problems with earwax.

Vertigo

If you’ve ever had vertigo, you know how debilitating the sensation of the room spinning can be. Vertigo can occur by itself, or it can accompany other symptoms, such as decreased hearing or even tinnitus.

Benign positional vertigo

Benign paroxysmal positional vertigo is the most common form of positional vertigo and is probably the most common disorder involving vertigo. It’s an affliction of the inner ear. In the most common clinical scenario, when the patient changes the position of the head, he or she feels that the room is spinning. The person may experience significant nausea as well.
The diagnosis is confirmed by the Dix-Hallpike test. Treatment involves a maneuver such as the Epley maneuver to help retrain the inner ear.
Experts attribute benign paroxysmal positional vertigo to the buildup of calcium within the posterior semicircular canals of the inner ear. The utricular sac actually contains crystals. The role of the semicircular canals is the detection of rapid changes in head movement, and with the buildup of calcium crystals, the patient may feel the sensation of being on a merry-go-round.

Ménière’s disease

Ménière’s disease usually affects one ear and can cause dizziness, vertigo, tinnitus, or decreased hearing in the affected ear. It’s caused by an increased amount of fluid in the inner ear. The build-up of this extra fluid in the inner ear is referred to as endolymphatic duct obstruction.
There’s no gold standard for diagnosing of Ménière’s disease — the diagnosis is made by ruling out other potential causes of vertigo. Unfortunately, there’s no cure. Treatment is supportive. Low-sodium diets are advocated. Meclizine is recommended to help with the vertigo. Perhaps 20 to 30 percent of patients go on to develop bilateral disease.

Schwannomas

Schwannomas are rare, slow-growing brain tumors that can affect cranial nerve VIII. Symptoms can include hearing loss and balance problems. You also see vertigo and tinnitus with these tumors. They’re diagnosed with brain imaging, usually a CT scan or MRI of the brain with intravenous contrast. Options for treatment are often surgical, but radiation can be used as well.

Labrynthitis

Labrynthitis can cause vertigo. A classic presentation is a person who had a cold or sore throat a week or so ago that has resolved but who several days later presents with significant vertigo. These symptoms can sometimes persist for months. The gold standard treatment is vestibular rehabilitation therapy, usually in an outpatient unit.

Tinnitus

The most common type of tinnitus is subjective, in which the person doesn’t have any objective hearing problems but complains of a buzzing noise. The treatment for tinnitus depends on its cause. For some causes, the use of a low masking sound may help.

Mastoiditis

Mastoiditis is an inflammation of the mastoid bone. It’s usually the result of an untreated middle ear infection or bad middle ear infections that persist despite treatment. Symptoms can include fever and pain in the mastoid area. You may see swelling and redness. In the setting of an acute otitis media, there may be purulent ear drainage.
The treatment involves antibiotics as well as consideration of surgery if the person remains symptomatic despite aggressive antibiotic treatment. Imaging studies of the head, including an MRI, are often done.

Ear trauma

A foreign body in the ear is a pretty common condition. Toys and other things may be shoved in the ear, or insects can fly into it. Symptoms depend on the object as well as on how deep it is in the ear canal and how long it’s been there. The deeper it is, the higher the risk of perforating the tympanic membrane.
If the person tries to take the object out, that can cause further irritation. If the tympanic membrane isn’t perforated, a medical professional looks in the ear and tries to remove the object. The doc or PA may even try irrigation. Sometimes the person has to see an ENT for the removal.
Barotrauma is injury of the ear due to sudden changes in pressure. The changes in pressure can be enough to cause damage to the ear — typically decompression sickness. The most common area to be affected by changes in pressure is the middle ear. Symptoms can include hearing and balance problems.

Wax

The body makes many odd substances, and cerumen — ear wax — leads the list. Excessive cerumen may impede the passage of sound in the ear canal, causing conductive hearing loss. An article in the Journal of the American Academy of Audiology says cerumen is the cause of 60 to 80 percent of hearing aid faults.
Treatment of excessive ear wax is with carbamide peroxide, and the patient can use the ear drops at home. If that doesn’t work, a medical professional tries syringing and should inspect the ear canal afterward. The gold-standard treatment is an ear pick or curette used by a medical professional, which guarantees physical removal of the wax.

Hearing loss

Different medical conditions can contribute to hearing loss. The two kinds of hearing loss are conduction hearing loss and sensorineural hearing loss. Conduction hearing loss most commonly refers to problems with sound being transmitted from the outer ear to the middle ear. Causes include ear wax buildup, a foreign body in the ear, or a narrowing of the ear canal.
Sensorineural hearing loss occurs farther in. The problem is with the hair cells in the organ of Corti and/or with the nerves in the inner ear. Cranial nerve XIII can be affected, and sometimes the brain function is affected, too. Medications that cause ototoxicity can cause sensorineural deafness. Other causes include schwannomas and Ménière’s disease.

What is an Audiologist? | The Hearing Center in Clark & Freehold N.J.

What is an Audiologist? | The Hearing Center in Clark & Freehold N.J.: What is an Audiologist?

Audiology is the science of hearing. Audiologists are the primary health-care professionals who evaluate, diagnose, treat and manage hearing loss and balance disorders in adults, infants and children. Audiologists prescribe, fit, and dispense hearing aids and other amplification and hearing assistance technologies. An audiologist must have a master’s or doctoral degree in audiology (Au.D.). Most audiologists today have a clinical doctorate, as it is now the entry-level degree for the profession.

Audiologists have extensive training, both academically and clinically. In addition, the audiologist must be licensed or registered by their state to practice audiology after obtaining over 2000 supervised hours of clinical experience and fulfill annual continuing education requirements.

For School Boards:


How can our school board access services for a child with hearing loss?

MOSD has a supraregional mandate from the Quebec Ministry of Education, Leisure and Sports (MELS) to provide services to the English School Boards for their children with hearing loss. A child who is entering a school board at age 4 or 5 is usually already diagnosed with a hearing loss, though some children may have a loss which is only diagnosed later, for example in the case of a child with a progressive hearing loss or an acquired loss due to illness or trauma.  Children suspected of having hearing loss can sometimes be tested in the audiology department at MOSD, depending on the indicators in the particular case.  Children are also tested at hospitals and private clinics.

MOSD offers an array of services depending on the needs of the child and the distances involved.  Boards at a distance are more likely to be offered Indirect services (link).  Students attending schools closer to Montreal may receive the services of a specialist teacher of the hearing impaired as well as audiological, psychosocial and technological services through our mainstream programs ( link)

Some children with more severe losses or with more needs may benefit from attending a specialized class at the MOSD.  These classes are located within a regular public school so that partial mainstreaming may occur.  At MOSD, the goal is for children to attend their neighborhood school, as soon as they are ready and with appropriate support.  The MOSD classes serve as a bridge to the mainstream.  Academic programs link

How are services funded?

MOSD services are offered through yearly contracts with school boards. A child who had been recently diagnosed can receive services for part of a year if the board is in agreement. A child who is classified as having a hearing impairment (“44”) may require a little support or a great deal of support and specialized teaching.  Discussions between the board, the school, the family and MOSD can ensure that the appropriate program and services are made available. Contact the MOSD for further information at info@montrealoralschool.com (link)


For personnel in regular schools:

What are some possible signs of hearing loss in children?
  • Often does not respond when spoken to or is surprised when he finally does hear
  • Needs people to be closer to him in order to understand
  • Often asks “what?” or seems puzzled
  • May have some pronunciation problems;
  • May give inappropriate answers to basic questions; responses may seem off topic
  • May not participate well in class
  • May have trouble paying attention or staying on topic
  • May seem to depend a lot on visual cues

I have a child in my class who may have a hearing loss. What should I do?

If you suspect that a child may have a hearing loss it is essential to pursue this. An undiagnosed hearing loss can cause a child serious problems.  Usually a general practitioner, family doctor or pediatrician will refer a child for a hearing test at a hospital or clinic. Children with many risk factors can occasionally be tested at the MOSD.

I have a child who wears hearing aids  (or a cochlear implant) in my class.  What can I do to help him in the class?

The classroom situation is a noisy one for the child with hearing loss who needs the best acoustic environment possible in order to use his residual hearing and make use of his amplification.  Students may also use an FM system to help them hear better in noise and over distance.   FM link here.  A specialist teacher of the hearing impaired or a speech/language pathologist or audiologist can help you to determine adaptations that can be made in your classroom to improve the listening environment. Even with these adaptations, there will likely still be challenges to listening and learning in a regular classroom. For specific suggestions, click here.

Volunteering

I might like to volunteer at the MOSD; what could I do?

We’d love to hear from you!  There are a number of ways that a volunteer can help.

Some volunteers work in the classes or nursery with a particular group or teacher with tasks such as helping with science themes, listening to children read, helping with 1-1 tutoring, leading a lunch activity, playing games for social support. 

Some volunteers offer after-school help with homework, perhaps in French or math.  Others serve a more social role, helping the student learn more about their neighborhood, visiting the library, going to movies etc.

Other volunteers may choose to help the MOSD as an organization by working on events,  fundraising, or doing clerical work.

If you have a skill that you’d like to share please let us know.

How are volunteers matched?


Potential volunteers come to an intake session at MOSD and are interviewed.  Their availability and preferences in relation to ages of students and types of activities are taken into consideration in making a match.

What is the time commitment?
This can be variable depending on the tasks, however in general we ask for a minimum commitment of 90 minutes a week for the school year, though we recognize that some university students may need to finish in April.
 

audio gram

Audiogram

Audiogram
Audiogram adalah grafik yang menggambarkan kemampuan pendengaran seseorang dan besarnya gangguan pendengaran yang dialami seseorang untuk masing-masing telinga. Pada bagian atas grafik, rentang angka berkisar dari 125 hingga 8000. Angka-angka ini menunjukkan frekuensi, atau berbagai tingkat nada bunyi.

Frekuensi dinyatakan dalam siklus per detik, atau Hertz. Semakin tinggi frekuensi, semakin tinggi tingkat nada bunyi. Misalnya, 250 Hertz (Hz) adalah seperti tetesan air dari keran, sedangkan dering telepon bernada tinggi berkisar 8000 Hz.

Kenyaringan diukur dalam satuan yang disebut desibel. Desibel nol (0 dB) bukan berarti "tidak ada bunyi". Namun, bunyinya sangat lemah. Tingkat suara orang bercakap-cakap berkisar 65 dB, dan 120 dB – berarti sangat, sangat nyaring, yang hampir sama nyaringnya dengan pesawat jet yang lepas landas dan Anda berdiri sekitar 25 meter dari pesawat tersebut. Angka-angka di sisi grafik tersebut menunjukkan tingkat pendengaran dalam desibel.

Selama uji pendengaran, ahli audiologi menyajikan bunyi satu frekuensi satu kali. Nada terlemah yang dapat didengar seseorang pada tiap frekuensi ditandai pada audiogram pada frekuensi dan intensitas tersebut. Ini dinamakan "ambang pendengaran".

Audiogram seseorang adalah "gambaran" pendengarannya. Itu menunjukkan seberapa besar pendengarannya bervariasi dari keadaan normal dan, jika ada gangguan pendengaran, di mana masalah pendengaran tersebut akan diidentifikasi. Ada berbagai tipe dan tingkat gangguan pendengaran. Para ahli umumnya membedakan empat tipe utama gangguan pendengaranberdasarkan bagian telinga yang terkena: gangguan pendengaran konduktif, sensorineural, campuran dan neural.

Ahli audiologi atau spesialis pendengaran dapat membantu Anda untuk menentukan apakah Anda mengalami gangguan pendengaran. Mereka akan merekomendasikan solusi yang tepat tergantung tingkat atau keparahan pendengaran.

Komunitas Pendengar Sejawat | MED-EL

Komunitas Pendengar Sejawat | MED-EL: Komunitas HearPeers
HearPeers merupakan situs komunitas online yang memungkinkan para pengguna implan MED-EL berinteraksi dan berbagi pengalaman satu sama lain. Beberapa fitur di situs juga tersedia untuk umum termasuk forum. Forum merupakan sumber yang sangat berguna sebagai media tanya jawab, terutama bagi kandidat pengguna dan siapa saja yang tertarik pada implan rumah siput.

Para anggota HearPeers juga dapat meng-unggah dan berbagi foto, video, dan musik. Mereka dapat menulis blog dan melakukan chatting secara langsung dengan para pengguna implan MED-EL lainnya dari seluruh dunia. Forum HearPeers merupakan tempat yang tepat bagi para pengguna implan untuk berbagi pengalaman dan belajar memanfaatkan implan rumah siput semaksimal mungkin.

Klik di sini untuk measuk ke komunitas HearPeers.

Geoffrey Ball

Penemu VIBRANT SOUNDBRIDGE

Geoffrey Ball mengalami gangguan pendengaran sejak ia terserang demam serius saat masih kecil. Ia dipasangi alat bantu dengar konvensional dan walaupun alat itu menambah tingkat kekerasan suara, Ball tidak pernah merasa puas dengan kualitas bunyi. Pada usia 15, ia bertanya pada spesialis ENT tentang prospek penggunaan alat bantu implan. Saat itu ia mengetahui bahwa perangkat seperti itu sedang dikembangkan dan mungkin tersedia lima sampai sepuluh tahun lagi. Yang tidak diketahuinya adalah bahwa 18 tahun kemudian ia dipasangi alat bantu dengar implan yang didesainnya sendiri.

Setelah menyelesaikan pendidikan di bidang teknik pada University of Oregon, Ball bekerja sebagai teknisi biomedis pada sebuah laboratorium di Virginia selama delapan tahun. Ia berkecimpung di berbagai bidang riset audiotori dan mengetahui bahwa vibrasi pada telinga manusia dapat ditiru menggunakan transduser sinyal kecil. Stimulasi telinga tengah dengan vibrasi mekanis alih-alih gelombang suara disebut “penggerak langsung”. Bagi Ball, pengetahuan ini mendorongnya mencari alat bantu dengar implan. Saat itu ia tahu bahwa alat seperti itu akan memberikan banyak keuntungan karena saluran audiotori tetap terbuka dengan “penggerak langsung”, feedback. Efek oklusi atau distorsi dikurangi dan bunyi yang dihasilkan alami.
  Pada 1992, setelah melakukan riset lebih jauh, Ball yakin bahwa suatu transduser sinyal elektromagnetis merupakan pilihan terbaik untuk perangkat dengan penggerak langsung. Dengan pengetahuan ini Ball menghabiskan waktu malamnya di laboratorium elektronik miliknya, membuat dan menguji transduser sinyal baru untuk penggerak langsung. Suatu malam, setelah mengalami banyak kegagalan, Ball secara kebetulan menemukan suatu sistem yang langsung terlihat jelas manfaatnya. Efisiensi transduser tersebut jauh lebih baik daripada pendekatan lain sementara prosedur pembedahannya relatif sederhana.
“Tiba-tiba saya tahu. Desain itu sangat sederhana dan memecahkan banyak masalah .. saya tahu, ini dia; Saya tahu, ini’ dia;” kenang Ball.
Setelah membuat berbagai desain baru, Ball mematenkan penemuannya pada 1993. Symphonix didirikan dan transduser berkembang lebih jauh, yang akhirnya membawa kepada pengembangan Floating Mass Transducer (FMT), yang masih digunakan saat ini.
Setelah implan telinga tengah disetujui di Amerika, Geoffrey Ball menjadi pasien pertama yang menerima Vibrant Soundbridge.
Beberapa waktu kemudian ia menerima implan kedua pada sisi lainnya.
Sebagai chief technical officer di Symphonix ia mendedikasikan waktunya untuk bagi peningkatan implan telinga tengah. Saat Symphonix menghentikan kegiatan bisnisnya, MED-EL Innsbruck, Austria, mengambil alih Vibrant Soundbridge pada Juni 2003. VIBRANT MED-EL Hearing Technology GmbH didirikan untuk memasarkan dan mengembangkan implan telinga tengah yang paling berhasil di dunia dan Geoffrey Ball bergabung dengan tim VIBRANT MED-EL sebagai direktur teknis. Saat ini, Ball dan istrinya serta tiga orang anaknya tinggal di dekat Innsbruck.
Tekad Geoffrey Ball’ telah membantu banyak orang di seluruh dunia dari penderitaan akibat gangguan pendengaran konduktif dan campuran. Penemuannya akan terus membantu banyak orang untuk mendengarkan kehidupan.
“Impian saya adalah kualitas kehidupan yang lebih baik bagi saya dan orang yang menderita gangguan pendengaran," kata Ball. "Perasaan saya benar-benar tidak dapat dilukiskan karena dapat membantu orang lain yang ingin menikmati semua aspek kehidupan seperti saya, yang ingin berbicara dengan keluarga, teman dan rekan kerja, yang sebelumnya tidak mungkin dilakukan.”
Pada 2002 Geoffrey Ball menerima Penghargaan Annunzio untuk Sains dan Kedokteran
(tempat ke 2), pada 2000 ia dinobatkan sebagai Engineer of the Year untuk desain terbaik dan memenangkan penghargaan pengusaha Sci3 Silicon Valley pada 1998.